Perikanan UGM 2010

Perikanan UGM 2010
praktikum lapangan AVER !

Rabu, 23 Februari 2011

15 Juta Meter Kubik Air tiap detik menembus Indonesia

peneliti LIPI, BPPT dan para ilmuan dari Amerika Serikat mencoba meneliti arus laut ini. Perilakunya sepertinya berhubungan dengan pemanasan global

Sebuah laporan penelitian di majalah Science  menarik minat saya. Terutama hal ini karena ia membahas mengenai peran Indonesia bagi iklim di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Artikel ini merupakan laporan hasil penelitian dari Delia W Oppo dan Yair Rosenthal, keduanya bukan dari LIPI, sayangnya, tapi dari AS. Delia merupakan ilmuan dari jurusan geologi dan geofisika, Lembaga Oseanografi Woods Hole, AS. Sementara Yair merupakan ilmuan dari Jurusan Sains Bumi dan Antariksa, Universitas Rutgers.
Di perairan Indonesia, ada yang namanya ITF atau Indonesian Throughflow alias Aliran tembus Indonesia. Setiap detik, ITF membawa sekitar 15 juta meter kubik air hangat rendah kadar garamnya dari Pasifik Tropis ke Samudera Hindia. ITF kemudian terus ke Samudera Atlantik sehingga menjadi bagian dari sirkulasi samudera global.

Keberadaan ITF sebenarnya sebuah kesempatan besar untuk penelitian oseanografi di Indonesia, baik itu LIPI maupun institusi ilmiah lain. Hal ini karena ITF masih banyak yang belum dimengerti. Baik itu dalam hal umpan balik maupun pertukaran panas dan air dengan atmosfernya. Yang sudah diketahui adalah bahwa ITF saling berinteraksi dengan iklim di daerah Indo Pasifik. Pergeseran rezim iklim samudera Pasifik dan Hindia pada pertengahan tahun 1970an, yang mungkin merupakan respon terhadap pemanasan global, bisa jadi menunjukkan pentingnya ITF dan hubungannya dengan fenomena iklim seperti muson, Osilasi El Nino-Selatan (ENSO) dan Dipol Samudera Hindia (IOD).

Menurut para ilmuan, pengaruh ITF tergantung pada suhu, kadar garam dan volume air yang diangkutnya. Termoklin yang bertambah dalam dan mengangkat permukaan Samudera Pasifik barat membuat aliran ITF yang kuat mengalir ke Samudera Hindia. Saat termoklin mendingin dan menyebar ke lautan Indonesia, ITF ikut mendingin dan melemah. Pada saat peristiwa La Nina, kondisi sebaliknya terjadi, angin timur tropis bertiup kuat, termoklin Pasifik Barat menghangat dan mendalam, dan ITF ikut menjadi hangat dan menjadi kuat.

Walau demikian, rezim iklim Pasifik bukan satu-satunya yang mempengaruhi transport ITF. Aliran permukaan hangat ITF tampak meningkat pada saat IOD positif, sesuai dengan studi yang menyarankan kalau arah angin di lepas pantai Jawa Selatan sangat mempengaruhi ITF dan bahkan memodulasi pengaruh ENSO. Masih perlu banyak data untuk mengetahui apa hubungan antara ITF, IOD, dan ENSO dan akibatnya bagi variasi iklim di Indonesia dan Australia Barat atau daerah lainnya.

Angin muson Austral-Asia juga mempengaruhi ITF dengan kuat. Angin ini juga memodifikasi ITF di Laut Banda, dimana terjadi pertukaran udara dan air, pencampuran vertikal oleh energi pasang surut dan pengangkatan arus air yang dingin dan menyegarkan ITF, serta tampak mengendalikan pula arah dan kekuatan aliran ITF antara Laut Banda dan daerah keluarnya. ITF kemudian mempengaruhi suhu permukaan laut di daerah angkatan yang dikendalikan muson di Samudera Hindia, sehingga memodulasi pengaruh muson.
Walau sudah berpuluh tahun penelitian, masih ada pertanyaan dasar yang belum terjawab mengenai ITF. Ada beberapa pengamatan yang menunjukkan aliran ITF yang serentak dan terlalu singkat. Karena itu, apa mungkin keanekaragaman ITF ini bisa berpengaruh pada iklim? Sekarang ada trend iklim di daerah Indo Pasifik dalam hal kekuatan angin maupun keanekaragaman IOD dan ENSO. Apakah ini adalah alami atau akibat dari pemanasan global? Lalu apa hubungannya dengan ITF?

Oppo dan Rosenthal mengajukan beberapa macam penelitian lebih lanjut yang mungkin dilakukan. Sebagai misal, ia mengharapkan adanya penelitian geologis di daerah ITF untuk melihat kecenderungannya di masa lalu. Penelitian pendahuluan di Laut Timor menunjukkan kalau ITF lebih kuat dan lebih hangat sekitar 7000 tahun lalu, saat suhu permukaan lautan Pasifik tropis barat 1 derajat Celsius lebih tinggi dari sekarang. Bila hasil penelitian geologis dari daerah lain membenarkan temuan ini, kita bisa tahu, berapa tingkat sensitivitas ITF terhadap perubahan iklim.

Pertanyaan lain adalah bagaimana ITF dan iklim regional bisa bervariasi dalam seribu tahun terakhir, yang termasuk memuat Periode Hangat Pertengahan (saat suhu permukaan lautan pasifik tropis barat sama dengan saat ini) dan zaman es Kecil saat permukaan laut Pasifik 1 derajat celsius lebih dingin dan lebih segar dari sekarang?

Yap. Bisa jadi Indonesia akan mengalami zaman es kecil bila suhu di samudera pasifik barat tropis turun 1 derajat Celsius saja. Penelitian ini penting bagi LIPI dan lembaga ilmiah nasional lainnya untuk menentukan langkah apa yang harus dilakukan rakyat Indonesia untuk menghindari perubahan iklim. Akan sangat bermanfaat seandainya kita mengurusi masalah iklim dan bahari kita daripada mengurus masalah keluarga orang lain toh J
Referensi
  1. McPhaden, M.J. and D. Zhang, 2002: Slowdown of the meridional overturning circulation in the upper Pacific Ocean. Nature, 415, 603-608.
  2. Oppo, D.W., Rosenthal, Y. 2010. The Great Indo-Pacific Communicator. Science vol. 328, 18 June 2010, pp. 1492-1494
  3. Smith, R.L., A. Huyer, J.S. Godfrey and J.A. Church, 1991. The Leeuwin Current off Western Autralia, 1986-1987. J. Phys. Oceanogr., 21, 323-345.

1 komentar:

  1. wah ketemu blog anak perikanan ugm juga ni , stay bloging .
    ditunggu follownya ya :D

    BalasHapus

terimakasih sudah coment :)